Pesta Halloween di Arab Saudi, Dilegalkan?

(Sumber Gambar: Google JPNN)

Hai, para pembaca yang budiman.
Tulisan saya kali ini mengangkat topik tentang berita yang cukup viral belakangan, yakni peristiwa kelam di Itaewon, Korsel (Sabtu, 29 Oktober) yang kala itu merupakan perayaan Halloween, serta adanya susulan kabar yang sama dari Timur Tengah (baca: Arab Saudi). 2 negara yang sama-sama merayakan momen tersebut. Bedanya, di Itaewon yang terjadi ialah tragedi, sedangkan di Riyadh, Arab Saudi adalah kegiatan yang dianggap langka dan baru. Mengapa disebut demikian?

Oke, sebelumnya pembahasan saya difokuskan kepada perihal yang marak di media mengenai perayaan Halloween di Arab Saudi. Kita semua bahkan sudah tahu, bahwasanya negara-negara Timur Tengah, termasuk Arab Saudi sendiri adalah negara yang hampir memberlakukan hukum agama (baca: Islam) di setiap elemen. Intinya, semua identik dengan aturan yang ketat, apalagi yang bersangkutan dengan kebijakan pemerintah/kerajaan. Beberapa kegiatan yang memang dinilai tidak sesuai dengan kaidah agama akan dilarang/tidak diperbolehkan untuk dilakukan, misalnya berzina, membunuh, minum khamr, dsb. Jika melanggar pun pasti ada konsekuensinya.

Baru-baru ini, -- saya juga sedikit kaget -- terdapat berita yang mengabarkan negara tersebut (Arab Saudi) melegalkan perayaan Halloween untuk pertama kalinya. Padahal sebelumnya kegiatan seperti itu dilarang oleh pemerintah. Dalam redaksi yang saya baca (CNBC Indonesia, CNN, Tempo, Kompas, dll.) secara keseluruhan menyimpulkan bahwa hal tersebut ialah benar dan memang terjadi. Menurut panitia yang menyelenggarakan acara Halloween di Riyadh, kegiatan itu tidaklah berbahaya dan mendapatkan izin karena merupakan hiburan semata. "Ini adalah perayaan besar, jujur, dan ada semangat kegembiraan ... Dalam hal haram atau halal, saya tidak tahu tentang itu. Kami merayakannya hanya untuk bersenang-senang dan tidak ada yang lain," kata salah satu peserta yang mengambil bagian dalam perayaan untuk pertama kalinya. (CNBC Indonesia)

Entah apa yang dipikirkan oleh mereka. Bagi saya, -- meski disini bukan berarti saya seolah-olah merasa paling benar, atau menghakimi -- tetapi dalam hal seperti itu dirasa cukup menggelikan, bahkan bisa dibilang aneh bin langka. Arab Saudi, yang sedari dulu menyandang gelar negara budaya Islam, kiblat umat muslim seluruh dunia, semakin lama semakin terlihat kemunduran dalam segi perdadabannya. Sedikit sekali mungkin orang yang mengetahui sisi gelap dari negara penghasil minyak mentah tersebut. Kota Riyadh, yang menjadi pusat ibukota hampir tak ada bedanya dengan ibukota-ibukota metropolis lainnya. Sarat akan sisi terang, juga sisi gelapnya. Hal ini diperkuat dengan apa yang pernah terjadi sebelum acara perayaan Halloween disana, yakni pesta Miras-Bikini. 

Ibarat koin, kehidupan yang memiliki 2 sisi berlawanan. Ada yang baik, ada yang buruk. Nilai-nilai kebaikan terkadang digunakan untuk memanipulasi bejatnya keburukan. Tak apalah jika itu terkait masalah pribadi/individu, tetapi apakah bukan menjadi boomerang ketika keburukan dan kebobrokan moral masuk dalam ranah universal? terlebih terkait dengan ajaran agama yang sifatnya inklusif?

Kita dimohon bijak dalam menanggapi problem kabar seperti yang terjadi di Riyadh. Adakalanya fakta yang ada memang harus disesuaikan, ada juga yang tidak. Bagi saya, tak salah kita mengagungkan suatu kaum karena budaya baik yang diajarkan atau dibawakan. Akan tetapi, selalu ingatlah dimana kita lahir dan dibesarkan. Dimana letak tanah kita akan kembali. Jadi, silahkan mengadopsi kultur negara manapun, dengan corak dan ciri khasnya masing-masing, selama tidak melupakan jati diri dan identitas sendiri. Wallahu A'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selayang Pandang Pondok Pesantren Darussalam Mekar Agung

Esai Tokoh - KH. WAHID HASYIM: Pahlawan Nasional Dari Lingkungan Pesantren